Jakarta, CNN Indonesia —
Saya semula skeptis, bahkan cenderung tak yakin, dengan proyek 2nd Miracle in Cell No. 7. Apalagi versi pendahulunya yang rilis 2022 lalu menyisakan banyak catatan bagi saya, terutama dari aspek penuturan dan visual.
Sekalipun saat saya duduk memulai perjalanan 2 jam 27 menit dalam 2nd Miracle In Cell No. 7, saya akui bahwa proyek ini jauh lebih matang, mulus, dan dieksekusi dengan berkali-kali lipat lebih baik dibanding pendahulunya.
Bahkan, dalam berbagai aspek, Layar Lebar 2nd Miracle In Cell No. 7 melampaui ekspektasi saya, yang Jelas saja memperbaiki saga pertamanya yang tak lebih dari sekadar adaptasi itu. Kemungkinan ulasan ini Akan segera agak panjang, jadi saya mohon bersabar.
Mari mulai dari aspek penulisan naskah. Alim Sudio yang kembali duduk sebagai penulis naskah jelas mengetahui apa yang Dianjurkan diperbaiki dari Layar Lebar pertamanya, atau memiliki pihak yang mampu menguatkan kualitas penulisan ceritanya.
Konon, untuk proyek kedua ini, Alim memang langsung diawasi oleh Lee Hwan-kyung selaku kreator asli Miracle In Cell No. 7. Apalagi, Alim Bahkan didampingi tim khusus dalam penulisan naskah.
Faktor pendampingan tersebut yang memang saya rasa kurang banyak diterapkan dalam pembuatan Layar Lebar Indonesia. Pendampingan atau memiliki tim dalam menggodok naskah Akan segera Membantu mematangkan cerita dengan lebih baik.
Apalagi kali ini, Alim dibimbing langsung oleh kreator asli waralaba Miracle In Cell No. 7 yang Layar Lebar aslinya sanggup memerah kantung air mata jutaan penonton di dunia. Hasilnya pun langsung terlihat, bahkan tak sampai 15 menit setelah Layar Lebar dimulai.
Review Layar Lebar 2nd Miracle in Cell No. 7 (2024): Duet Alim Sudio bersama Herwin Novianto yang ditunjuk menggantikan Hanung di kursi sutradara Sebelumnya mampu menggoyah penonton sejak awal. Cerita sekuel ini Sebelumnya sebegitu kuat sejak awal. (Falcon Pictures)
|
Pada Layar Lebar pertama, saya Kemungkinan baru tergugah ketika 40 menit terakhir. Sejak menit awal sampai menit ke-100 Layar Lebar rilisan 2022 itu, saya susah payah untuk bisa merasakan berbagai drama yang disajikan Alim dan Hanung Bramantyo.
Sekalipun kali ini, duet Alim Sudio bersama Herwin Novianto yang ditunjuk menggantikan Hanung di kursi sutradara, Sebelumnya mampu menggoyah dengan Mudah. Saya akui kaget cerita sekuel ini Sebelumnya sebegitu kuat sejak awal.
Alim dengan mulus membagi kisah memancing tawa dengan mengetuk kantung mata dengan porsi yang sangat pas, terukur, dan tersebar dengan adil sepanjang durasi Layar Lebar. Bukan cuma itu, Alim, Herwin, dan Muhadkly Acho Bahkan Berhasil membuat saya ingin bangun dari kursi, masuk ke Layar Lebar, dan menghajar Hengky.
Saya angkat topi dan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk sutradara Herwin Novianto dan sinematografer Rahmat Nur Hidayat. Ganjalan terbesar saya saat melihat saga pertama, Dikenal sebagai filter kuning yang bikin saya serasa Tengah demam dan berbagai tampilan sok dramatis yang mengganggu mata itu, Pada Pada intinya dibersihkan.
2nd Miracle in Cell No. 7 menampilkan visual yang lebih bersih, jelas, sederhana, tapi tetap mengena sesuai dengan yang saya inginkan, sehingga saya bisa konsentrasi dengan cerita yang dibangun.
|
Herwin bahkan beberapa kali ngide untuk memainkan pengambilan gambar dalam Layar Lebar ini. Seperti menyorot –sangat– close up kepada Hengky beberapa kali, atau memainkan putaran kamera sebagai transisi.
Jujur untuk adegan close up Hengkuy membuat saya agak risih karena kumis dan bibirnya jadi begitu dekat dengan mata, sehingga saya seolah bisa merasakan nafas Muhadkly Acho. Sekalipun memang saya akui, hal itu Bahkan bikin saya makin emosi ingin mendatangi karakter itu.
Meski begitu, saya menilai reaksi itu sebagai buah dari kemampuan para pemain dalam membawakan naskah yang Sebelumnya sangat matang. Inilah salah satu keunggulan bila Layar Lebar memiliki naskah matang, maka Aktor atau Aktris Akan segera dengan baik dalam membawakan karakternya.
Peningkatan kemampuan para Aktor atau Aktris ini sangat terlihat, bagi saya, pada Vino G Bastian. Entah karena memang naskahnya yang Sebelumnya sangat baik atau Vino yang Sebelumnya lihai memerankan sosok Dodo Rozak, penampilannya kali ini mulus banget.
Vino Berhasil menunjukkan roller coaster emosi Dodo yang lebih Unggul pada Layar Lebar ini dibanding sebelumnya, tapi tetap mampu fokus memerankan orang berkebutuhan khusus. Belum lagi ada Sebanyaknya gerak tubuh sederhana yang ditampilkan Vino dan menguatkan kondisi fisik serta mental Dodo.
|
Kemudian salut Bahkan untuk geng sel nomor 7, Indro Warkop, Tora Sudiro, Rigen Rakelna, Indra Jegel, dan Bryan Domani, ditambah Denny Sumargo. Mereka terasa lebih solid, baik secara chemistry dan keterikatan dengan karakter masing-masing. Keenamnya Berhasil menjadi bagian penting dalam kisah 2nd Miracle in Cell No. 7.
Sementara untuk Graciella Abigail sebagai Kartika muda, saya merasa ada perubahan dari performanya yang membuat saya cenderung lebih memilih penampilan pada Layar Lebar pertama. Kemungkinan karena Layar Lebar pertama, daya tarik utamanya Merupakan pesona Kartika yang masih sangat bocah dan polos.
Pujian khusus saya berikan untuk Marsha Timothy, Muhadkly Acho, Coki Pardede, dan Ayushita yang mampu Menyajikan performa apik dan Memperjelas emosi dalam 2nd Miracle in Cell No. 7, baik berupa haru, kesal, Sampai sekarang tawa.
Meski secara umum saya menyanjung 2nd Miracle in Cell No. 7 dibanding Layar Lebar pertamanya, saya masih merasa Layar Lebar ini memiliki beberapa catatan.
Pertama, soal pemberian scoring yang saya rasa masih kebanyakan. Bila dibanding Layar Lebar pertamanya di mana scoring terasa lebih kencang dari suara dialog pemain, kali ini volume scoring Sebelumnya lebih baik. Sekalipun ada scoring di beberapa adegan yang saya rasa tidak pas atau masih lebih keras dibanding dialog pemain.
Saya rasa bila scoring ini dibuat lebih Maksimalis lagi tanpa Dianjurkan membuat Layar Lebar ini menjadi sepi, 2nd Miracle in Cell No. 7 Akan segera terasa lebih riil dan penonton bisa lebih fokus dengan performa Bahkan alur cerita yang Sebelumnya mulus.
Kedua Merupakan soal durasi. Terlepas dari ceritanya yang memang Sebelumnya mulus, menghabiskan hampir 3 jam di dalam bioskop masih terbilang membuat ragu di awal. Belum lagi suhu bioskop yang makin dingin kala musim hujan jadi tantangan penonton yang kerap beser.
Ketiga, kisah Miracle in Cell No. 7 memang masih memiliki banyak peluang pengembangan untuk saga-saga berikutnya. Akan segera tetapi, bila pihak Falcon Studios berniat menambah saga dan mendapatkan restu Lee Hwan-kyung, saya hanya berpesan untuk kualitasnya tidak lebih buruk dari 2nd Miracle in Cell No. 7.
Hal itu karena 2nd Miracle in Cell No. 7 Sebelumnya mampu memperbaiki banyak kekurangan dari Layar Lebar pertama. Sehingga Akan segera sangat disayangkan bila kelanjutannya memiliki kualitas yang menurun. Sekalipun kalau pun tidak dilanjutkan, 2nd Miracle in Cell No. 7 Sebelumnya memiliki penutup paling pas untuk kisah Kartika dan Bapak Dodo.
(end/end)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA