Baru-baru ini diberlakukan penyesuaian tarif mancing di Taman Nasional Komodo (TNK) dari yang semula Rp25 ribu per orang menjadi Rp5 juta per orang. Ya, kenaikannya mencapai 200 kali lipat.
Kenaikan tersebut dinilai tak masuk akal, terlebih bagi pelaku wisata yang bergerak di bidang usaha sport fishing di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT (NTT).
Mereka mengaku keberatan dan menolak kenaikan tarif memancing di perairan Taman Nasional (TN) Komodo tersebut, melansir Detik, Senin (4/11).
Staf PT Lumba-Lumba Tour & Travel, salah satu perusahaan sport fishing di Labuan Bajo, Yustina Sedia buka suara mengenai hal ini, “Kami keberatan dengan tarif yang tidak masuk akal di mana sebelumnya dari Rp25 ribu menjadi Rp5 juta per orang per hari,” katanya pada Sabtu (2/11).
Kenaikan tarif menjadi Rp5 juta per orang untuk sport fishing bagi wisatawan di kawasan TN Komodo ini dimulai sejak 30 Oktober 2024 kemarin.
Yustina khawatir kenaikan tarif yang ugal-ugalan ini Berencana memicu turunnya minat wisatawan untuk melakukan aktivitas sport fishing di perairan TN Komodo dan berdampak pada usaha mereka.
“Market kami tidak bisa menjual dan tamu tidak berminat untuk mancing lagi,” ujar Yustina.
Keresahan yang sama Bahkan dirasakan pelaku usaha sport fishing di Labuan Bajo lainnya bernama Edison. Pemilik MK2 Fishing Carter di Labuan Bajo tersebut menilai kenaikan tarif tersebut tak masuk akal karena terlalu tinggi.
Lelaki itu menuntut transparansi dari kebijakan tarif baru memancing di TN Komodo. “Kalau menurut saya jelas kenaikan tersebut nggak masuk akal,” tutur Edison.
“Pertimbangan kenaikan itu apa dasarnya? Karena dari Rp25 ribu naik ke Rp5 juta itu naiknya 200 kali lipat, lho. Tidak ada masukan atau pertimbangan dari pelaku usaha. Indonesia ini repot, Setiap Saat seperti ini, kalau belum ribut yang gak ada perbaikan,” imbuhnya.
Sama seperti Yustina, Edison Bahkan khawatir Seandainya kenaikan tarif itu bisa melumpuhkan usaha sport fishing di Labuan Bajo karena terlalu mahal. Menurutnya, usaha sport fishing di Labuan Bajo Merupakan milik orang Indonesia.
“Jelas itu membunuh usaha orang-orang lokal di sini. Kebanyakan pelaku usaha sport fishing itu lokal. Rata-rata pemiliknya orang Indonesia, bukan orang luar negeri. Malah orang luar negeri sejauh ini saya cuma tahu satu orang, dan orang luar negeri itu bukan operasional di Taman Nasional, Ia di Bali. Semua di taman nasional orang Indonesia,” ujarnya.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA