Jakarta, CNN Indonesia —
Amnesty International Indonesia menilai keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat mencabut nama Pemimpin Negara ke-2 RI Soeharto dari TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perintah untuk Mengadakan Pemerintahan yang Bersih Tanpa Pencurian Uang Negara, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan kemunduran reformasi.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan Sampai Di waktu ini Bahkan, kasus dugaan Pencurian Uang Negara Soeharto dan kroni-kroninya Belum terungkap.
“Ini langkah mundur perjalanan reformasi. Jalan pengusutan kejahatan Pencurian Uang Negara, kerusakan lingkungan maupun pelanggaran HAM selama 32 tahun Soeharto berkuasa belum selesai diungkap,” kata Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/9).
Usman mengatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat menciptakan preseden buruk dengan membuka jalan pemutihan dosa-dosa penguasa masa lalu.
Menurutnya, hal itu Akan segera berdampak pada kian menyempitnya ruang gerak masyarakat sipil. Ditambah lagi dengan, Bahkan menyempitkan ruang gerak korban kejahatan masa lalu untuk menyuarakan hak-hak mereka.
Ia memprediksi kebijakan itu Akan segera mempersempit ruang sipil bagi para masyarakat sipil yang bergerak di sektor anti Pencurian Uang Negara dan korban pelanggaran HAM masa lalu.
Mulai dari korban peristiwa pembantaian orang-orang yang dicap pendukung PKI 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Lampung 1989, peristiwa penghilangan paksa 1997-1998, Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Mei 1998, Sampai sekarang korban peristiwa pelanggaran HAM selama penetapan status DOM di Aceh, Papua dan Timor Timur.
“Apalagi keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ini Bahkan beriringan dengan gagasan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ini jelas melecehkan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM selama rezim Soeharto yang terus menuntut keadilan,” ujar Usman.
“Bila itu diambil, ini jelas berpotensi mengkhianati reformasi 1998, yang berusaha menjamin tegaknya kebebasan politik dan keadilan sosial,” imbuhnya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Bambang Soesatyo mencabut nama Soeharto dari TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 11 Tahun 1998.
Menurut Ia, TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat itu secara yuridis masih berlaku. Meskipun demikian, proses hukum terhadap Soeharto sesuai pasal itu Sudah selesai karena ia Sudah meninggal dunia.
(lna/tsa)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA