Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan penyusunan peta jalan alias roadmap transportasi berbasis hidrogen masih menghadapi tantangan regulasi, khususnya terkait insentif.
Menurutnya, pemberian insentif untuk energi terbarukan masih bergantung pada rancangan undang-undang RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang Sampai saat ini Di waktu ini belum dibahas kembali.
“Masalah insentif untuk yang renewable itu kita landaskan kepada rancangan undang-undang energi baru, energi terbarukan yang masih belum dibahas lagi. Nah dasarnya itu. Jadi itu yang membuat kita nyantol (tertahan) karena regulasi enggak ada,” ujar Eniya saat ditemui dalam acara Toyota Carbon Neutrality di Jakarta, Jumat (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan Di waktu ini belum ada regulasi yang memungkinkan pengalihan insentif dari energi berbasis fosil, seperti batu bara, ke energi terbarukan, termasuk hidrogen. Sekalipun, Bila regulasi tersebut Pernah terjadi memiliki dasar hukum yang kuat, maka model insentif bisa segera disusun.
Lebih lanjut, Eniya menekankan insentif bagi industri Akan segera bergantung pada mekanisme ekonomi karbon di RUU EBET.
“Di dalam RUU EBET itu ada satu pasal yang menyebutkan bahwa semua badan usaha yang melakukan mitigasi iklim ataupun melakukan penurunan emisi Akan segera mendapatkan insentif via ekonomi karbon,” jelasnya.
Menyoal daya tarik kendaraan hidrogen di kalangan konsumen, Eniya menilai harga Akan segera menjadi faktor utama dalam menentukan minat pasar.
Ia membandingkan perkembangan Mobil Listrik lima tahun lalu yang saat itu masih terbatas, Sekalipun Di waktu ini semakin banyak diproduksi dan diterima oleh masyarakat.
“Nah kita Akan segera melihat seperti itu Bahkan. Ingin bicara hidrogen, Ingin bicara etanol, Tidak mungkin tidak market yang menentukan. Kalau harga kendaraan makin Ekonomis, otomatis Akan segera lebih banyak yang membeli,” katanya.
Saat ditanya mengenai harga Kendaraan Pribadi hidrogen, Eniya menyebutkan bahwa di Jepang, kendaraan berbahan bakar hidrogen dijual sekitar 1,7 juta yen atau sekitar Rp182 jutaan.
Ia pun berharap harga kendaraan tersebut bisa lebih Ekonomis Bila diproduksi secara lokal di Indonesia.
“[Harganya bisa lebih murah ya kalau diproduksi di sini?] Iya, doakan saja,” pungkasnya.
(can/fea)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA