Jakarta, CNN Indonesia —
Perusahaan kecerdasan buatan (AI) di balik ChatGPT, OpenAI, kabarnya sempat menjadi korban peretasan pada tahun lalu. Peretas saat itu Diberitakan mencuri detail tentang desain teknologi AI perusahaan.
Kabar peretasan ini diungkap oleh The New York Times tanpa menyebutkan sumber berita ini, dan mengklaim “dua orang yang mengetahui kejadian tersebut” membocorkan hal ini.
Kendati begitu, mereka mengklaim peretas hanya membobol forum, bukan sistem inti, yang menggerakkan algoritma dan kerangka kerja AI dari OpenAI.
OpenAI kabarnya mengungkapkan insiden peretasan tersebut kepada karyawan dalam sebuah pertemuan karyawan pada April tahun lalu. Mereka Bahkan menginformasikannya kepada dewan direksi.
Sekalipun, para eksekutif OpenAI memutuskan untuk tidak membagikan berita tersebut kepada publik. Mereka Bahkan tidak melaporkan insiden ini ke FBI atau penegak hukum lainnya.
Menurut The New York Times, OpenAI tidak mengungkapkan peretasan tersebut kepada publik karena informasi tentang pelanggan tidak dicuri.
“Para eksekutif tidak menganggap insiden tersebut sebagai ancaman terhadap keamanan nasional karena mereka percaya bahwa peretas tersebut Merupakan seorang individu yang tidak memiliki hubungan dengan pemerintah asing,” kata surat kabar tersebut, mengutip Mashable, Senin (8/7).
Sumber The New York Times mengatakan beberapa karyawan OpenAI khawatir pihak lawan yang berbasis di China dapat mencuri rahasia AI perusahaan dan menyebabkan ancaman terhadap keamanan nasional AS.
Leopold Aschenbrenner, pemimpin tim superignment OpenAI pada saat itu, dilaporkan memiliki sentimen yang sama tentang keamanan yang lemah dan menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuh asing.
Aschenbrenner mengatakan Ia dipecat awal tahun ini karena membagikan dokumen internal kepada tiga peneliti eksternal untuk mendapatkan “feedback”.
Ia menyindir pemecatannya tidak adil; Ia memindai dokumen tersebut untuk mencari informasi sensitif apa pun, menambahkan bahwa itu normal bagi karyawan OpenAI untuk menghubungi ahli lain untuk mendapatkan pendapat kedua.
Sekalipun, The New York Times menunjukkan bahwa studi yang dilakukan oleh Anthropic dan OpenAI mengungkapkan bahwa AI “tidak secara signifikan lebih berbahaya” daripada mesin pencari seperti Google.
Sekalipun, perusahaan AI Dianjurkan memastikan bahwa keamanan mereka ketat. Para legislator mendorong adanya peraturan yang menjatuhkan denda besar pada perusahaan dengan teknologi AI yang menyebabkan kerugian sosial.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA