Makassar, CNN Indonesia —
Pihak kepolisian membeberkan kronologi mayat santri Pondok Madrasatul Qur’an Hasyim Asyari Kabupaten Bantaeng, Sulsel, RF (14) ditemukan gantung diri yang diduga mengalami Tindak Kekerasan seksual.
Kasat Reskrim Polres Bantaeng AKP Akhmad Marzuki mengatakan, Sesuai aturan pemeriksaan sementara, korban mengalami perundungan dari rekan sesama santri.
Semua bermula ketika SD selaku saksi pada Sabtu (23/11) pukul 20.00 WITA, melihat korban gantung diri sehingga memanggil saudara korban yang Bahkan santri di Ponpes tersebut.
“Awalnya dikira bercanda, kemudian SD memanggil kakaknya yang kebetulan mondok di sana, Pernah kelas 2 SMA. Tapi, saat kepalanya diturunkan, langsung rebah ke belakang, karena di atas bale-bale tempat adiknya berada,” kata Marzuki, Selasa (26/11).
“Saat kepalanya jatuh, baru diketahui korban Pernah tidak sadarkan diri,” tuturnya.
Rekan korban kemudian memanggil pengasuh santri untuk Menyediakan tubuh korban dan dibawa ke Klinik Ponpes untuk diberikan pertolongan. Berbeda dengan, RF dinyatakan meninggal dunia.
Demi memastikan kondisi RF, ia dibawa ke RSUD Prof Anwar Makkatutu Bantaeng. Rumah sakit Bahkan menyatakan RF Pernah meninggal dunia.
“Terkait dengan kejadian yang terjadi di pondok pesantren itu kami Sebelumnya melakukan Langkah-langkah permintaan autopsi terhadap mayat dan kami Sebelumnya melakukan olah TKP,” ungkap Marzuki.
Ia menuturkan bahwa polisi Sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap para saksi-saksi, termasuk rekan korban dan pengasuh Ponpes tersebut.
“Sampai Saat ini Bahkan Bahkan kami masih menunggu hasil dari hasil autopsi dari RS Bhayangkara Makassar. Saya Pernah konfirmasi ke dokter forensik, katanya sementara dilakukan uji laboratorium dan nanti hasilnya Berencana diserahkan,” jelasnya.
Setelah kejadian itu, pondok pesantren yang berada di Desa Mipa-mipa, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, didatangi Sebanyaknya warga yang diduga berasal dari keluarga korban dan nyaris membakar tempat tersebut.
Salah satu warga yang bermukim dekat Ponpes tersebut, Nugraha (40) mengatakan bahwa orang tua santri datang menjemput anaknya setelah mengetahui kejadian itu.
“Setelah ramai, semua orang tua santri datang. Padahal itu jumlah santrinya banyak karena pesantrennya dari tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan Sekolah Menengah Atas (SMA),” kata Nugraha.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA