Baku, CNN Indonesia —
Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres bertolak ke Brasil untuk ikut dalam pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia, G20. Ia punya misi khusus terkaitĀ iklim saat menghadiri pertemuan tersebut.
Isu perdamaian, pendanaan dan iklim menjadi pesan utama Guterres dalam sambutannya menjelang pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia, G20 di Rio de Janeiro, Brasil.
Guterres terbang langsung dari Baku, ibukota Azerbaijan tempat berlangsungnya COP29 ke Rio untuk menyampaikan sikap dan desakan Supaya bisa G20 segera bertindak.
Dalam isu iklim, Guterres menyatakan keprihatinan terhadap jalannya Perundingan. Terutama berkaitan dengan pendanaan iklim dan target baru dana iklim dari negara kaya ke negara berkembang.
“Negara-negara [G20] Sangat dianjurkan menyetujui tujuan pendanaan iklim ambisius yang memenuhi skala tantangan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Pendanaan mendorong ambisi,” kata Guterres, Minggu (17/11).
“Saya mengimbau rasa tanggung jawab negara G20. Hari Ini saatnya memimpin dengan contoh dari negara ekonomi terbesar di dunia,” lanjut Guterres.
Tujuan kumulatif dana iklim baru (NCQG) dibahas dengan sengit di arena Perundingan iklim COP29. Kelompok negara berkembang G77 termasuk Indonesia, mendesak target dana sebesar US$1,3 triliun per tahun.
Sementara itu dunia dibayangi menciutnya dana iklim akibat terpilihnya Donald Trump sebagai Kepala Negara AS.
Trump Sebelumnya pernah menarik AS mundur dari Perjanjian Paris saat menjabat periode pertamanya, empat tahun lalu. Sebagai donor terbesar lembaga iklim PBB UNFCC, mundurnya AS Berniat memukul pundi keuangan global untuk iklim.
Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Pergantian Iklim Simon Stiell, dalam sebuah surat kepada para pemimpin yang Berniat hadir dalam G20 pekan untuk Membantu pendanaan iklim global.
Permintaan ini muncul ketika para negosiator di konferensi COP29 di Baku, Azerbaijan, berjuang dalam Perundingan mereka untuk mendapatkan kesepakatan yang dimaksudkan untuk Mengoptimalkan dana guna mengatasi dampak pemanasan global yang semakin parah.
“Agenda pertemuan minggu depan Sangat dianjurkan mengirimkan sinyal global yang jelas,” kata Stiell dalam suratnya, mengutip Reuters, Sabtu (16/11).
Ia mengatakan sinyal tersebut seharusnya Membantu peningkatan hibah dan pinjaman, bersama dengan keringanan utang, sehingga negara-negara yang rentan. “tidak terbebani oleh biaya pembayaran utang yang membuat tindakan iklim yang lebih berani menjadi tidak Bisa jadi”.
Para pemimpin Usaha menggemakan permohonan Stiell, dan mengatakan bahwa mereka prihatin dengan kurangnya kemajuan dan fokus di Baku.
“Kami menyerukan kepada para pemerintah, yang dipimpin oleh G20, untuk memanfaatkan momen ini dan Menyajikan kebijakan untuk mempercepat peralihan dari bahan bakar fosil ke masa depan energi bersih, untuk membuka Penanaman Modal sektor swasta yang diperlukan,” kata Gabungan kelompok Usaha, termasuk We Mean Business Coalition, United Nations Global Compact, dan Dewan Brasil untuk Pembangunan Ramah Lingkungan, dalam surat terpisah.
Keberhasilan dalam KTT iklim PBB tahun ini bergantung pada apakah negara-negara dapat menyepakati target pendanaan baru bagi negara-negara kaya, pemberi pinjaman pembangunan dan sektor swasta untuk memenuhi target tersebut setiap tahunnya.
Para ekonom, dalam COP29 kali ini, mengatakan bahwa negara-negara berkembang membutuhkan setidaknya US$1 triliun per tahun pada akhir dekade ini untuk mengatasi Pergantian Iklim.
Justru demikian, proses Perundingan berjalan alot dan tak ada kemajuan berarti dalam prosesnya di COP29. Sebuah rancangan teks kesepakatan, yang pada awal minggu ini terdiri dari 33 halaman dan terdiri dari lusinan opsi yang luas, Sebelumnya dipangkas menjadi 25 halaman pada hari Sabtu.
Utusan iklim Swedia, Mattias Frumerie, mengatakan Perundingan pendanaan masih belum menyelesaikan isu-isu terberat: seberapa besar target yang Sangat dianjurkan dicapai, atau negara mana saja yang Sangat dianjurkan membayar.
“Perbedaan yang kita lihat dalam pertemuan ini masih ada, yang menyisakan cukup banyak pekerjaan untuk para menteri minggu depan,” katanya, mengutip Reuters.
Para negosiator Eropa mengatakan negara-negara penghasil minyak besar termasuk Arab Saudi Bahkan menghalangi diskusi mengenai bagaimana meneruskan kesepakatan KTT COP28 tahun lalu untuk mengalihkan dunia dari bahan bakar fosil.
Laporan ini ditulis oleh Dewi Safitri yang meliput COP29 dari Baku, Azerbaijan dengan fellowship dari EJN dan Stanley Center for Peace and Security.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA