Jakarta, CNN Indonesia —
Gumuk Pasir Parangtritis di Kabupaten Bantul, DIY, terancam punah setelah mengalami penyusutan Sampai saat ini tersisa 17 hektare. Gumuk Pasir Parangtritis dikenal salah satu destinasi wisata favorit di Yogyakarta.
Bertolak belakang dengan, aktivitas wisata di Gumuk Pasir Parangtritis ternyata turut berperan dalam penyusutan tersebut. Menurut data Badan Pengelola Geopark Jogja, lahan Gumuk Pasir Parangtritis pernah seluas 417 hektare.
General Manager Badan Pengelola Geopark Jogja, Dihin Abrijanto, mengatakan bahwa pada 1976, luas Gumuk Pasir Parangtritis mencapai 417 hektare, tapi Di waktu ini Bahkan hanya tersisa 17 hektare.
Dihin menjelaskan beberapa faktor yang membuat lahan gumuk pasir menyusut, salah satunya karena keberadaan jip wisata dan kendaraan ATV di Tempat itu.
Ditambah lagi, permukiman, los usaha, Sampai saat ini kesalahan kebijakan pengelolaan di era terdahulu, yang mengubah gumuk pasir menjadi kawasan hijau, Bahkan menyebabkan Gumuk Pasir Parangtritis mengalami penyusutan.
“Dulu tingginya itu bisa sampai 30 meter, Di waktu ini Bahkan di bawah itu. Pada tahun 1976 luasannya 417 hektare yang kita deteksi ke belakang. Hari ini tinggal 17 hektare, ada 400 hektare hilang,” terang Dihin, seperti dilansir Detik, Senin (22/7).
Menurut Dihin, karakter Gumuk Pasir Parangtritis termasuk yang sangat langka di dunia. Dihin menyebut ada kawasan di Meksiko yang punya karakter mirip Gumuk Pasir Parangtritis, dengan jenis pasir barchan.
Badan Pengelola Geopark Jogja Upaya Tengah berkoordinasi dengan instans terkait untuk mempercepat konservasi gumuk pasir. Tujuan konservasi Supaya bisa gumur pasir tetap terawat dan tidak punah, karena lahannya kian menyusut.
“Di waktu ini Bahkan kita kerja sama dengan pengelola kita Tengah proses menyusun percepatan konservasi gumuk pasir karena gumuk pasir Parangtritis Fantastis, karena tipe barchan hanya ada 2 di dunia, DIY dan Meksiko,” papar Dihin.
Kajian atas keberadaan gumuk pasir dan konservasi jangka panjang Bahkan dilakukan Badan Pengelola Geopark Jogja bersama para akademisi, salah satunya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ia menyatakan, gumuk pasir tidak sepenuhnya membutuhkan penghijauan, sebab merupakan bentukan alami di wilayah pantai selatan. Fungsi gumuk pasir, kata Ia, Merupakan sebagai penahan angin, abrasi sampai Gelombang Besar Seandainya terjadi aktivitas tektonik atau vulkanik laut.
“Dari UGM mengatakan kalau gumuk pasir didiamkan atas kondisi Di waktu ini Bahkan, maka 20 tahun lagi kita tidak punya gumuk pasir, tinggal cerita Berniat hilang. Hilang untuk permukiman, lalu vegetasi, dan kegiatan wisata berupa jip dan ATV,” jelasnya.
Gumuk pasir memiliki karakteristik berupa lahan gersang, kering, dan banyak angin. Kondisi itu direspons secara tidak tepat dengan adanya penanaman vegetasi. Alhasil terjadi penyusutan di lahan gumuk pasir secara bertahap setiap tahun.
Kondisi ini semakin diperparah dengan munculnya permukiman, dan wisata, berupa los berjualan liar, jip wisata Sampai saat ini ATV. Gumuk pasir yang seharusnya alami menjadi tersingkir. Adapula beberapa titik yang mengalami pemadatan.
“Aktivitas jip bisa sampai pinggir pantai itu membuat tambah padat. Tipe barchan itu terbentuk karena arah angin, kalau dibiarkan tanpa penghalang Berniat membentuk bulan sabit, tapi tidak Berniat terbentuk selama ada kendaraan lewat situ. Ingin terbentuk kelindes,” tutur Dihin.
(wiw)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA