Jakarta, CNN Indonesia —
Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua menyatakan ada empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua. Sebanyak tiga izin tambang nikel di antaranya ada di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat, Papbar Daya.
“Sampai Pada Saat ini Bahkan ada 4 Izin Usaha Pertambangan Nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua, 3 diantaranya berlokasi di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat Dikenal sebagai: Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran,” demikian siaran pers Walhi Papua yang dikutip dari laman resminya, Rabu (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka mengecam pemberian izin tambang itu karena bertentangan dengan Perundang-Undangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Pertambangan pada pulau-pulau kecil (dengan luasan lebih kecil atau sama dengan 2000 Km2) yang secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau Kearifan Lokal menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau Kerusakan Lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya dengan jelas dilarang untuk dilakukan, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 35 huruf K Perundang-Undangan 27 Tahun 2007 jo Perundang-Undangan 1 Tahun 2014,” kata mereka.
Apalagi, sambung mereka, gugusan pulau-pulau kecil di Raja Ampat menyimpan keanekaragaman hayati. Gugusan itu setidaknya menjadi rumah bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, 75 persen spesies karang yang dikenal dunia, 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah, dan 17 spesies mamalia laut yang diketahui.
“Bila wilayah konservasi dan surga terumbu karang Raja Ampat kehilangan daya tarik utamanya Dikenal sebagai kelestarian pulau-pulau, terumbu karang, dan keanekaragaman hayati-nya disana, untuk kepentingan siapa sesungguhnya mempromosikan pertambangan nikel di wilayah ini?” sindir mereka.
Walhi Papua mengatakan Pulau Kawe yang memiliki luas tak lebih dari 50 kilometer persegi terancam hilang setidaknya dalam 15 tahun ke depan. Ditambah lagi dengan mereka menyebut, “Pertambangan nikel yang dijalankan di wilayah pulau yang berdekatan dengan kawasan Suaka Alam Perairan Waigeo Sebelah Barat.”
Kemudian di Pulau Gag, Pada saat ini warga takut berenang di lautnya lantaran takut terkena penyakit kulit. Ditambah lagi dengan, Tempat itu Pada saat ini Pernah dibangun dermaga bongkar muat material nikel dan ikan-ikan tak lagi terlihat.
“Selain kerusakan dasar laut, pada saat angin kencang dari selatan mulai bulan Juni Sampai saat ini September, debu material nikel beterbangan ke arah permukiman penduduk. Hujan debu menyebabkan warga dengan mudah terserang batuk,” kata mereka.
Sebelumnya, Bupati Raja Ampat Orideko Burdam mengeluhkan kewenangan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel dari Jakarta, sehingga pemerintah daerah kesulitan Menyediakan intervensi terhadap tambang yang diduga merusak dan mencemari hutan dan ekosistem yang ada.
“97 persen Raja Ampat Merupakan daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan Kerusakan Lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” ujarnya di Sorong, Sabtu (31/5).
Ditambah lagi dengan, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Raja Ampat Pernah melakukan investigasi di Pulau Mayifun dan Batang Pele melalui penjaringan aspirasi masyarakat setempat terkait dugaan aktivitas tambang nikel yang merusak ekosistem alam di wilayah itu.
Ketua DPRK Raja Ampat Mohammad Taufik Sarasa menjelaskan investigasi ini tindak lanjut dari Unjuk Rasa masyarakat Raja Ampat yang menginginkan pencabutan izin tambang nikel di wilayah itu.
“Investigasi ini melalui pertemuan dengan masyarakat setempat untuk menjaring aspirasi dan memahami kondisi aktual di lapangan,” jelasnya di Sorong pada hari yang sama.
Taufik Sarasa mengatakan masyarakat setempat khawatir dugaan aktivitas tambang nikel merusak ekosistem alam dan mengancam kehidupan mereka.
“Mereka meminta Supaya bisa DPRK Raja Ampat dapat Membantu menyelesaikan masalah ini dan memastikan bahwa aktivitas tambang dengan bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sementara itu Menteri Penanaman Modal/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan Nanti akan memanggil pemegang izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Ia mengaku Nanti akan mengevaluasinya.
“Saya Nanti akan evaluasi, Nanti akan ada rapat dengan dirjen saya. Saya Nanti akan panggil pemiliknya, Ingin BUMN atau swasta,” ucap Bahlil ketika ditemui setelah menghadiri Human Capital Summit di Jakarta, Selasa (3/6).
Di sisi lain, Bahlil mengungkapkan terdapat aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan pembangunan smelter di sana. Menurut Bahlil, kompleksitas pertambangan di Papua membutuhkan perlakuan khusus karena merupakan daerah otonomi.
“Kami Sangat dianjurkan menghargai, karena Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya Bahkan khusus. Nanti, saya pulang Nanti akan evaluasi,” tutur Menteri yang berasal dari Tanah Cenderawasih itu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papbar Daya Julian Kelly Kambu di Sorong, Senin (19/5), menyampaikan ada dua perusahaan yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat, Dikenal sebagai PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Dua perusahaan ini bergerak di tambang nikel yang Pernah mengantongi izin berusaha sejak daerah tersebut masih menjadi satu dengan Provinsi Papbar.
Selain dua tambang nikel yang berizin, menurut Ia, ada beberapa perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat Pernah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Papbar Daya ada.
(kid/gil)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA