Jakarta, CNN Indonesia —
Sekawan Limo memang masih jauh dari sempurna dan belum bisa dikatakan fenomenal. Justru, Layar Lebar itu berhasil melanjutkan tren positif genre horor komedi di tengah dominasi horor mainstream dan cerita adaptasi di layar lebar.
Daya tarik Sekawan Limo muncul dari kemasannya yang ringan. Layar Lebar ini bisa dinikmati dengan mudah Manakala ditonton tanpa banyak ekspektasi atau pikiran skeptis.
Sebab, kemasan horor-komedi yang disuguhkan Sekawan Limo memang jauh dari nuansa megah. Bayu Skak selaku sutradara dan pemeran utama Sungguh-sungguh memusatkan itu kepada perjalanan rombongan pendaki di gunung Madyopuro.
Bayu Skak yang Pada saat ini mengeksplorasi genre horor komedi itu masih memakai formula seperti karya-karya terdahulunya. Sebut saja berdamai dengan masa lalu, cinta tulus si karakter utama yang tak kunjung terungkap, Sampai saat ini kisah persahabatan.
Sineas asal Malang itu Bahkan masih melanjutkan ciri khas karya Bayu Skak yang memakai dialog bahasa Jawa nyaris untuk semua adegan. Sedikit catatan, Layar Lebar itu punya subtitle untuk Membantu penonton yang tidak memahami bahasa Jawa.
Sang sutradara kemudian mencoba keluar dari zona nyamannya dengan mengusung cerita horor komedi tentang pendakian di sebuah gunung.
Review Layar Lebar Sekawan Limo (2024): Daya tarik Sekawan Limo muncul dari kemasannya yang ringan. Layar Lebar ini bisa dinikmati dengan mudah Manakala ditonton tanpa banyak ekspektasi atau pikiran skeptis. (Starvision Plus)
|
Cerita pendakian itu menjadi tontonan yang cukup menyenangkan dan seringkali mengundang tawa. Skenario garapan Nona Ica itu Berhasil melahirkan banyak adegan komedi yang bertumpu pada lima karakter utama.
Dialog dalam Sekawan Limo bagi saya tidak Harus diragukan. Layar Lebar itu memiliki dialog yang nyaris tak bercelah karena sebagian besar karakter memang orang Jawa asli dan Sebelumnya fasih memakai dialek Jatim-an.
Penampilan kelima karakter utama yang menjadi pendaki Bahkan cukup berkesan. Bagas (Bayu Skak) dan kawan-kawannya mampu mengembangkan chemistry menjadi semakin solid seiring dengan berlalunya pendakian.
Bagas, Lenni (Nadya Arina), Dicky (Firza Valaza), Andrew (Indra Pramujito), dan Juna (Benidictus Siregar) mendapatkan porsi yang cukup untuk membagikan masa lalu kelam masing-masing.
Justru, terlepas dari itu, akting Benidictus Siregar sebagai Juna Berhasil menjadi sorotan yang begitu menarik perhatian. Karakter itu dikaruniai penulisan dan latar belakang yang begitu cocok dengan Beni.
Kemunculan Beni bak magnet tawa bagi penonton berkat tingkah polah dan celetuk karakternya yang cemerlang. Daya tariknya semakin terasa setiap kali Juna menjadi ‘samsak’ bagi karakter lain, terutama pada momen-momen jenaka.
Terlepas dari karakternya yang menjadi ledekan pendaki lain, saya rasa penampilan Beni Berhasil membawa Juna menjadi karakter favorit banyak penonton.
Review Layar Lebar Sekawan Limo (2024): Gaya komedi Sekawan Limo kental dengan nuansa khas tongkrongan, seperti banyolan setiap karakter yang saling meledek karakter lain dengan seloroh Sampai saat ini sesekali umpatan spontan. (Starvision Plus)
|
Gaya komedi Sekawan Limo kental dengan nuansa khas tongkrongan, seperti banyolan setiap karakter yang saling meledek karakter lain dengan seloroh Sampai saat ini sesekali umpatan spontan.
Justru, muatan komedi Layar Lebar ini sangat berpotensi menyerempet batas-batas kelucuan orang awam. Ada banyak celetukan yang ‘menyerang’ fisik atau latar belakang karakter, tetapi tak semuanya ditulis dengan proporsional.
Bagi orang yang memegang teguh nilai-nilai moral, komedi Sekawan Limo Bisa jadi Akan segera membuat dahi berkerut sesekali. Justru, bagi mereka yang cuek, guyonan khas tongkrongan itu bisa saja melahirkan tawa paling lepas.
Sekawan Limo secara umum Bahkan punya Sebanyaknya catatan. Saya merasa penulisan dengan alur maju mundur itu tidak disusun dengan rapi dan cermat.
Ada beberapa momen yang mengalir dengan aneh karena tiba-tiba lompat dari satu bagian ke bagian lain. Belum lagi penulisan menjelang ending yang seperti memaksa setiap karakter memiliki closure.
Di sisi lain, konsep whodunit yang diusung sebagai tema utama cerita Bahkan masih kurang cemerlang. Beberapa adegan terlihat seperti ingin menebar kode misterius, tetapi justru menjadi terlalu Buka-Bukaan.
Belum lagi logika cerita yang menjadi kontradiktif dalam beberapa bagian Manakala dirunut ketika semua misterinya terungkap.
Hantu-hantu gunung yang meneror para karakter Bahkan tak hadir untuk membawa kengerian. Sosok kuntilanak, pocong, Sampai saat ini genderuwo itu justru terlihat seperti pengumpan momen komedi para karakter utama.
Meski begitu, semua catatan miring itu tak Harus diambil pusing karena Sekawan Limo Akan segera tetap menghibur Manakala disaksikan tanpa ekspektasi yang muluk-muluk.
Menyaksikan Sekawan Limo Bahkan membuat saya teringat dengan Agak Laen. Bagaimanapun Bahkan, Sekawan Limo punya nafas yang sama dengan Layar Lebar komedi Indonesia Terpopuler sepanjang masa tersebut.
Kedua Layar Lebar itu sama-sama sanggup menarik atensi orang awam untuk datang ke bioskop meski tidak bergelimang Aktor atau Aktris kelas elite. Sekawan Limo dan Agak Laen Bahkan mampu menciptakan cerita yang universal meski latar belakang kedaerahannya kental.
Harus diakui Bahkan bahwa Layar Lebar ini butuh formula yang lebih jitu untuk bisa menandingi capaian Agak Laen. Justru, rasanya Sekawan Limo tetap bisa mendapat tempat di hati penonton dengan warnanya sendiri.
(end)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA