Jakarta, CNN Indonesia —
Suzuki besar di India, tapi apa Anda tahu saking besarnya malah lebih bernilai dari induknya sendiri di negara asalnya, Jepang.
Di waktu ini Bahkan, kapitalisasi pasar Suzuki di Bursa Efek Tokyo pada Selasa (2/9) sekitar 3,94 triliun yen, ini setara US$26,5 miliar atau Rp436,3 triliun.
Sementara anak perusahaan Suzuki di India, Maruti Suzuki, memiliki kapitalisasi pasar sebesar 4,67 triliun rupee di Bursa Efek Bombay, sekitar US$53,1 miliar atau Rp871,3 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai Maruti Suzuki nyaris dua kali induknya, Suzuki. Nikkei Asia menjelaskan andai 58,2 persen saham Suzuki di Maruti Suzuki dijual maka secara teori nilai Suzuki bakal langsung jatuh 600 miliar yen (US$4 juta atau Rp66,4 miliar).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saham Maruti Suzuki diperdagangkan nyaris 30 kali lipat dari pendapatan berjangka, hal ini mencerminkan ekspektasi pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dari Suzuki di Jepang.
Apalagi saham Maruti Suzuki menghangat karena didorong kebijakan industrialisasi ‘Make in India’ yang didorong pemerintah untuk merespons kebijakan fiskal Amerika Serikat.
Suzuki di Jepang memang mencatat volume penjualan lebih tinggi pada kuartal April-Juni dibanding tahun sebelumnya. Meskipun demikian demikian, sebagian besar analis mengaitkan hal ini dengan kesulitan pesaingnya, Daihatsu Kendaraan Bermotor Roda Dua, yang melakukan skandal uji sertifikasi.
Kontribusi laba 40 persen
Suzuki menanamkan Penanaman Modal di Maruti, perusahaan milik negara India, pada 1982. Saat itu Suzuki masuk dan menguasai produksi sebelum produsen Jepang lainnya berlabuh ke India.
Suzuki awalnya memiliki 26 persen kepemilikan tetapi meningkat pada 2022 dengan persetujuan pemerintah, menjadikannya anak perusahaan yang terkonsolidasi.
Laba bersih Maruti Suzuki naik dari sekitar 20 miliar yen pada 2005 menjadi Catatan Unggul 260 miliar yen di tahun fiskal berakhir Maret 2025.
Maruti Suzuki Bahkan menjadi kontributor signifikan untuk pendapatan Suzuki Jepang. Laba operasional pada tahun fiskal lalu sekitar 260 miliar yen atau sekitar 40 persen dari total laba grup Suzuki Jepang.
Usaha di India semakin mendekati laba operasional Suzuki di Jepang yang menghasilkan 280 miliar yen.
Penjualan Barang ke Luar Negeri
Penjualan Suzuki di India pada April-Juni tercatat 402 ribu unit, ini turun 6 persen dibanding periode sama tahun lalu. Meskipun demikian demikian Penjualan Barang ke Luar Negeri Maruti Suzuki meningkat 37 persen menjadi 97 ribu unit.
Penjualan di Afrika, tujuan utama Penjualan Barang ke Luar Negeri dari India, naik 27 persen menjadi 31 ribu unit. Sementara tujuan Penjualan Barang ke Luar Negeri lainnya di Timur Dekat dan Timur Tengah tumbuh 11 persen menjadi 15 ribu unit.
Walau Penjualan Barang ke Luar Negeri meningkat pada April-Juni, laba operasional Maruti Suzuki dan Suzuki turun di periode itu. Margin operasional Maruti Suzuki turun 3 Skor menjadi 8,4 persen, tetapi margin Suzuki tak berubah di sekitar 10 persen.
Kohei Takahashi, analis senior di UBS Securities, menilai Kemungkinan terdapat perbedaan profitabilitas Penjualan Barang ke Luar Negeri antara kedua perusahaan.
Maruti Suzuki tidak memiliki kapasitas mendistribusikan kendaraan ke Afrika dan pasar Penjualan Barang ke Luar Negeri dari India lainnya. Penjualan tersebut sebagian besar ditangani oleh Suzuki.
“Bagi Suzuki, Penjualan Barang ke Luar Negeri ke Afrika dan Timur Dekat dan Timur Tengah Kemungkinan memiliki margin laba yang lebih tinggi daripada penjualan di India,” ujar Takahashi diberitakan Nikkei Asia.
Suzuki memandang Afrika dan Timur Tengah sebagai India berikutnya dan bertujuan Mengoptimalkan Penjualan Barang ke Luar Negeri dari negara Asia Tenggara.
Dalam rencana jangka menengah yang berakhir pada Maret 2031, Suzuki berencana Mengoptimalkan kapasitas produksi di India sebesar 70 persen menjadi 4 juta unit. India Akan segera berfungsi sebagai pusat Penjualan Barang ke Luar Negeri untuk Afrika selain memenuhi permintaan lokal.
Suzuki Sudah menetapkan target meraih pangsa pasar sebesar 10 persen di Afrika, naik dari 9,3 persen pada tahun fiskal sebelumnya. Sedangkan di Timur Dekat dan Timur Tengah ditargetkan 5 persen.
(fea)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA