Meskipun demikian, pengelolaan hutan yang serampangan dan mengedepankan keserakahan oleh segelintir kelompok justru membawa pada Kesenjangan Ekonomi.
Terdapat tiga negara di dunia yang memiliki hutan terluas di dunia, Meskipun demikian penduduknya, terutama yang tinggal di sekitar hutan, malah didera Kesenjangan Ekonomi.
Negara Afrika ini Merupakan pemilik hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia (Cekung Kongo) setelah Amazon Meskipun demikian Di waktu ini menghadapi penggundulan hutan yang masif.
Laman Norway’s International Climate and Forest Initiative (nicfi) Cekungan Kongo meliputi sistem sungai Kongo, hutan ini dipenuhi dengan berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang Berkelas. Melindungi hutan-hutan ini sangat penting untuk mencegah pemanasan global.
Hutan Cekungan Kongo memiliki luas sebesar India atau hampir sepuluh kali luas Jerman, meliputi 3,3 juta km2. Hampir dua pertiga hutan tersebut berada di wilayah Republik Demokratik Kongo. Hutan ini Menyajikan makanan, kayu bakar, air, dan tempat berteduh.
Yang tak kalah penting Merupakan luasnya lahan gambut. Lapisan tanah organik yang tebal dan kaya karbon ini Sudah terakumulasi selama jutaan tahun di seluruh wilayah tersebut.
Terdapat lebih dari 10.000 spesies tumbuhan, termasuk 3.000 spesies yang hanya ditemukan di sini: 600 spesies pohon, 1000 spesies burung, 900 spesies kupu-kupu, 280 spesies reptil, dan 400 spesies mamalia.
Meskipun demikian Deforestasi di Cekungan Kongo berubah dengan Mudah. Pada tahun 2022, misalnya, area yang ditutupi pepohonan seluas 15.603 km2 hilang, menurut data satelit terbaru. Ini setara dengan hampir 8.000 lapangan sepak bola hutan yang ditebang setiap harinya.
Ironisnya, Kongo Di waktu ini menghadapi Kesenjangan Ekonomi ekstrem. Hampir tiga perempat penduduknya hidup dengan kurang dari $1,90 per hari, yang mewakili salah satu populasi terbesar di dunia yang hidup dalam Kesenjangan Ekonomi ekstrem.
Dengan jumlah penduduk 84,1 juta, 55% dari populasi tinggal di daerah pedesaan dan 69% dari angkatan kerja dipekerjakan di bidang pertanian.
2. Burundi
Seperti Kongo, Burundi pun memiliki hutan yang luas. Pada tahun 2020, laporan Global Forest Watch mencatat bahwa Burundi memiliki 465.000 hektare hutan alami, yang mencakup lebih dari 17 persen wilayahnya. Meskipun demikian pada 2023, negara tersebut Sudah kehilangan 2.350 hektare, setara dengan 2,41 juta ton emisi CO2.
Ekspansi pertanian merupakan salah satu pendorong utama deforestasi. Seiring dengan terus menyusutnya lahan pertanian dan meningkatnya jumlah penduduk yang Sangat dianjurkan diberi makan, kawasan hutan ditebang untuk memberi ruang bagi tanaman pangan.
Faktor lainnya Merupakan bahan bakar. Lebih dari 85 persen penduduk Burundi tinggal di daerah pedesaan, dan sebagian besar, hampir 80 persen, bergantung pada pembakaran kayu untuk memasak. Akibatnya, tingkat deforestasi di negara itu terus meningkat.
Meski kaya hasil hutan, rakyat Burundi justru menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kelangkaan lahan dan pertumbuhan penduduk yang Mudah Sampai sekarang praktik pertanian yang buruk dan meningkatnya kerawanan pangan dan gizi.
Menurut data Global Hunger Index, tingkat Kesenjangan Ekonomi dan kekurangan gizi di seluruh Burundi tetap tinggi. Angka stunting di antara anak-anak di bawah usia lima tahun mencapai 57,5%, dengan wasting sebesar 6,1% dan kekurangan berat badan sebesar 29,1%.
Sebanyak 81% penduduk Burundi diklasifikasikan sebagai miskin, dengan 50% hidup dalam Kesenjangan Ekonomi parah. Angka kematian anak di bawah usia lima tahun Merupakan 82 per 1.000 kelahiran hidup.
3. Indonesia
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pemilik hutan terluas di dunia. Data dari Indonesia.go.id menuliskan, menurut data Organisasi Pangan Dunia (FAO) tahun 2022, Indonesia menempati urutan kedelapan negara dengan tutupan hutan terluas di dunia. FAO mencatat, luas hutan Indonesia mencapai 92 juta hektare (ha).
Sedangkan melansir data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 2023, luas hutan Nusantara ditetapkan seluas total 125,7 juta ha atau 65,5 persen dari luas daratan.
Sebanyak 57,1 persen berupa hutan produksi, 24,5 persen berbentuk hutan lindung, dan 18,4 persen Merupakan hutan konservasi. Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 1999, hutan produksi Merupakan kawasan hutan yang berfungsi memproduksi hasil hutan seperti kayu, rotan, bambu, getah, buah, madu, daun, dan lainnya.
Meskipun demikian, hutan yang luas itu terus tergerus. Pembukaan lahan baru, pembalakan liar ditambah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi Dalang terjadinya deforestasi tersebut.
Kementerian Kehutanan merilis angka deforestasi netto tahun 2024 tercatat sebesar 175,4 ribu hektar. Angka ini diperoleh dari deforestasi bruto sebesar 216,2 ribu hektare dikurangi hasil reforestasi yang mencapai 40,8 ribu hektare.
Mayoritas deforestasi bruto terjadi di hutan sekunder dengan luas 200,6 ribu hektare (92,8%), di mana 69,3% terjadi di dalam kawasan hutan dan sisanya di luar kawasan hutan.
Data Forest Watch Indonesia mencatat total laju deforestasi dalam dua tahun mencapai 1,93 juta hektare (2021-2023). Deforestasi dilakukan secara terencana dalam konsesi kehutanan seperti PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan), termasuk di konsesi hutan alam (HA), hutan tanaman (HT), dan restorasi ekosistem (RE).
Deforestasi Bahkan terjadi di areal kebun sawit melalui skema pelepasan kawasan hutan dan dalam perizinan Perhutanan Sosial.
Dan yang miris, kekayaan hutan Indonesia tidak Menyediakan kesejahteraan bagi warga, terutama yang tinggal di sekitar hutan.
Laman Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut satu dari delapan kantong Kesenjangan Ekonomi Merupakan masyarakat di sekitar hutan.
Pada tahun 2021 saja, misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis ada 25.863 desa yang berada di sekitar kawasan hutan dengan 36,7% termasuk kategori miskin.
Pada Maret 2021, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,49 orang anggota keluarga. Dengan demikian, garis Kesenjangan Ekonomi per rumah tangga rata-rata sebesar Rp 2.121.637 per rumah tangga miskin per bulan.
Data lebih lama dari BPS menujukkan tahun 2003 tercatat sekitar 48,8 juta jiwa atau 22 persen dari 219,9 juta penduduk Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, 10,2 juta jiwa di antaranya masuk dalam klasifikasi penduduk miskin.
Tahun 2025, Kementerian Kehutanan mencatat sebanyak 9.291 desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan masih tergolong miskin.
Data resmi BPS mencatat Maret 2025 menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 23,14 juta jiwa atau sekitar 8,8% dari total populasi nasional. Dari jumlah tersebut, sekitar 11,72 juta jiwa (50,6%) berada di kawasan perdesaan.