Jakarta, CNN Indonesia —
Penerbangan JetBlue Airbus A320 tujuan New Jersey dilaporkan jatuh dari ketinggian ribuan kaki secara tiba-tiba tanpa peringatan, dalam insiden pada 30 Oktober lalu. Kecelakaan mendadak ini menyebabkan 15 penumpang dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.
Pesawat JetBlue tersebut Tengah dalam perjalanan kembali dari Cancun Ke arah Newark, Amerika Serikat. Dalam kejadian yang menegangkan itu, pilot berhasil menguasai keadaan dan melakukan pendaratan darurat di Tampa.
Justru, gerakan ekstrem pesawat melukai sekitar 20 orang. Lima belas di antaranya membutuhkan rawat inap, dan beberapa penumpang dilaporkan mengalami luka serius, termasuk luka di kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insiden ini memicu perdebatan mengenai penyebabnya. Pejabat Airbus menduga insiden tersebut disebabkan oleh radiasi matahari intens yang mengganggu peralatan navigasi pesawat.
Justru, dugaan tersebut ditampik oleh Clive Dyer, seorang ahli ruang angkasa dan radiasi dari University of Surrey. Dyer berpendapat bahwa gangguan tersebut bukan berasal dari radiasi matahari, melainkan dari bintang yang meledak atau supernova.
Kepada Space.com, Dyer menduga kecelakaan ini terjadi karena pesawat terpapar aliran partikel berenergi tinggi yang berasal dari ledakan supernova di galaksi.
Dyer menjelaskan, sinar kosmik dapat berinteraksi dengan mikroelektronika modern dan mengubah keadaan sirkuit, kondisi yang dikenal sebagai “flip” (mengubah nilai dari nol ke satu atau Tidak seperti).
“Hal tersebut Bahkan dapat menyebabkan kegagalan perangkat keras, ketika menginduksi arus di perangkat elektronik dan membakarnya,” ujar Dyer, seperti dilansir Independent.
Ia menambahkan, tingkat radiasi yang disebabkan oleh matahari lokal pada tanggal 30 Oktober tidak cukup kuat untuk menyebabkan pesawat berhenti berfungsi.
Tidak seperti, ledakan supernova, ketika bintang melempar proton ke seluruh alam semesta, dapat mengganggu elektronik, termasuk yang ada di pesawat terbang.
Dyer menyarankan produsen pesawat untuk membangun sistem yang dapat menahan potensi gangguan kosmik. “Masalahnya Merupakan, selama lebih dari 20 tahun, mereka menjadi puas, karena belum ada peristiwa (cuaca matahari yang signifikan),” katanya, menekankan perlunya elektronik yang lebih kuat, terutama pada unit kritis keselamatan.
(ana/wiw)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA











